Sebuah teori Bloom tentang mastery learning, beliau menolak anggapan adanya murid pintar dan bodoh. Murid hanya dapat dibedakan dari yang cepat dan lambat. Selain itu menurut teori mastery learning tersebut bahwa “semua yang dapat dipelajari oleh orang lain, bisa dipelajari oleh siapapun” (J. Galen Saylor et. al, h. 303). Dari kedua konsep tersebut dapat ditafsirkan bahwa sesungguhnya setiap orang bisa dan mempunyai kemampuan untuk mempelajari apa pun, dan hanya waktu yang bisa membedakan.
Prinsip mastery learning ini melahirkan berbagai bentuk belajar mandiri, salah satunya adalah sistem belajar jarak jauh (SBJJ). Malcolm Knowles (1975, h. 180) menggambarkan bahwa belajar mandiri menekankan pendidikan pada “inisiatif individu dalam belajar”. Bruce Miller (1989, h. 226) menjelaskan bahwa “belajar mandiri adalah cara belajar yang sepenuhnya atau sebagian besar di bawah kendali murid-murid itu sendiri”.
Konsep ini ada kaitannya dengan perkembangan filsafat pendidikan yang mulai berkembang tahun 1987, yang pada mulanya ditokohi oleh Peter dan Hirst, kemudian dikembangkan oleh Cornell Ham yang mengemukakan bahwa “belajar tidak lagi tergantung pada mengajar, karena ada atau tidak ada proses mengajar, proses belajar tetap berlangsung” (Cornell Ham, 1987, h. 88).
Makna yang terkandung dari filsafat tersebut ada kaitannya dengan konsep belajar mandiri, yaitu murid-murid pada PKR harus dapat belajar secara independen (tidak tergantung pada guru saja). Dengan menugaskan murid atau kelompok belajar untuk mengerjakan sesuatu, akan memberi kesempatan kepada guru untuk bisa bekerja dengan murid lain. Cara seperti ini dapat mengembangkan keterampilan “mempelajari bagaimana cara belajar” (learning how to learn). Dengan cara ini, guru menggunakan motto “lebih baik memberi kail daripada memberi ikan”. Ini akan jauh bermanfaat bagi murid seumur hidupnya.
Untuk lebih produktif dalam belajarnya, murid ini harus dilengkapi dengan berbagai perlengkapan belajar, sumber belajar, dan sumber lingkungan lainnya. Dengan bahan dan perlengkapan seperti ini murid-murid dapat belajar untuk mengamati, meneliti, dan menganalisis sesuatu. Untuk ini, perlu adanya suatu usaha untuk menciptakan kondisi sekolah agar mendukung proses belajar mandiri, serta dimanfaatkan untuk kepentingan belajar mandiri. Usaha ini dapat direalisasikan dengan cara mengadakan, mempersiapkan, dan memprogramkan bahan dan perlengkapan tersebut untuk dimanfaatkan dalam proses pembentukan kebiasaan belajar mandiri.
Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa belajar mandiri merupakan salah satu prinsip dasar dalam PKR. Tanpa belajar maka PKR tidak akan terlaksana secara efektif. Guru tidak mungkin ada pada satu kelas secara terus-menerus dan mengabaikan kelas lainnya. Oleh karena itu, agar PKR dapat dilaksanakan secara efektif, guru harus mampu menciptakan “kondisi” agar murid dapat belajar mandiri. Kondisi yang dimaksud adalah melengkapi pembelajaran dengan perlengkapan dan sumber belajar yang memadai.
Menciptakan Lingkungan Sekolah Sebagai Sumber Belajar
Untuk menunjang proses belajar mandiri, perlu adanya suatu suasana yang mendorong murid dan guru untuk memanfaatkan bahan dan perlengkapan yang ada. Suasana tersebut adalah adanya persiapan alat atau bahan sebagai sumber belajar dan terciptanya lingkungan belajar untuk menunjang proses belajar mandiri.
Negeri kita terkenal sebagai negeri yang kaya raya dengan lingkungan alamnya yang indah. Dari pengamatan di SD yang selama ini mengadakan perangkapan kelas, jarang ditemukan guru yang mengajar dengan menggunakan alat peraga pelajaran atau usaha lain yang membangun iklim yang berusaha untuk membelajarmandirikan murid-murid.
Kasus 1
Ketika saya berkunjung ke SD di daerah terpencil yang gurunya mengajar merangkap kelas, di setiap dinding ruang kelas dihiasi dengan ruas bambu yang diisi dengan berbagai jenis daun warna-warni yang diperoleh dari sekitar sekolah. Daun-daun ini dikumpulkan oleh murid-murid dan guru, kemudian dipasang sebagai hiasan kelas. Saya tidak mengetahui secara pasti apakah hiasan tersebut ada setiap hari atau hanya karena akan dikunjungi. Ketika saya bertanya kepada salah satu murid apakah hiasan tersebut digunakan untuk belajar, mereka menjawab “tidak”.
Kasus 2
Di suatu SD yang termasuk masih baru dan mempunyai kepala sekolah yang termasuk berfikiran modern. Dalam waktu yang relatif singkat SD tersebut sudah memiliki kebun sekolah, kolam ikan, dan peternakan kambing. Semua ini dikelola oleh murid-murid dari seluruh kelas dibagi tugas piket secara bergiliran, misalnya bulan pertama yang mengurus kolam ikan adalah kelas 6 dan kelas 1, kelas 5 dan kelas 2 mengurus kebun, kelas 3 dan kelas 4 mengurus peternakan kambing.
Setiap harinya juga diatur piket per kelas, rata-rata 3 orang murid yang harus mengurus kekayaan sekolah itu, antara lain memberi makan ternak dan ikan, membersihkan kandang dan kolam, serta memelihara kebun. Dari sini murid-murid belajar berkebun, beternak, dan memelihara ikan. Dengan demikian, SD tersebut menjadi lebih terkenal sehingga hampir tiap minggu dikunjungi oleh instansi dan pejabat dari kota.
Bagaimana di sekolah Anda, apakah sudah Anda lakukan usaha-usaha seperti pada kasus-kasus tersebut?
Kalau jawaban “sudah”, syukurlah tetapi bagaimana komentar Anda terhadap kasus tersebut? Bandingkan dengan uraian berikut ini.
Negeri kita terkenal sebagai negeri yang kaya raya dengan lingkungan alamnya yang indah. Dari pengamatan di SD yang selama ini mengadakan perangkapan kelas, jarang ditemukan guru yang mengajar dengan menggunakan alat peraga pelajaran atau usaha lain yang membangun iklim yang berusaha untuk membelajarmandirikan murid-murid.
Kasus 1
Ketika saya berkunjung ke SD di daerah terpencil yang gurunya mengajar merangkap kelas, di setiap dinding ruang kelas dihiasi dengan ruas bambu yang diisi dengan berbagai jenis daun warna-warni yang diperoleh dari sekitar sekolah. Daun-daun ini dikumpulkan oleh murid-murid dan guru, kemudian dipasang sebagai hiasan kelas. Saya tidak mengetahui secara pasti apakah hiasan tersebut ada setiap hari atau hanya karena akan dikunjungi. Ketika saya bertanya kepada salah satu murid apakah hiasan tersebut digunakan untuk belajar, mereka menjawab “tidak”.
Kasus 2
Di suatu SD yang termasuk masih baru dan mempunyai kepala sekolah yang termasuk berfikiran modern. Dalam waktu yang relatif singkat SD tersebut sudah memiliki kebun sekolah, kolam ikan, dan peternakan kambing. Semua ini dikelola oleh murid-murid dari seluruh kelas dibagi tugas piket secara bergiliran, misalnya bulan pertama yang mengurus kolam ikan adalah kelas 6 dan kelas 1, kelas 5 dan kelas 2 mengurus kebun, kelas 3 dan kelas 4 mengurus peternakan kambing.
Setiap harinya juga diatur piket per kelas, rata-rata 3 orang murid yang harus mengurus kekayaan sekolah itu, antara lain memberi makan ternak dan ikan, membersihkan kandang dan kolam, serta memelihara kebun. Dari sini murid-murid belajar berkebun, beternak, dan memelihara ikan. Dengan demikian, SD tersebut menjadi lebih terkenal sehingga hampir tiap minggu dikunjungi oleh instansi dan pejabat dari kota.
Bagaimana di sekolah Anda, apakah sudah Anda lakukan usaha-usaha seperti pada kasus-kasus tersebut?
Kalau jawaban “sudah”, syukurlah tetapi bagaimana komentar Anda terhadap kasus tersebut? Bandingkan dengan uraian berikut ini.
Kasus-kasus tersebut menunjukkan kepada kita bahwa sesungguhnya sekolah mempunyai potensi dan keinginan yang besar untuk meningkatkan kualitas lingkungan sekolahnya sebagai sumber belajar. Usaha-usaha tersebut perlu kita hargai, namun dari kasus di atas masih banyak yang dapat kita tingkatkan terutama bagi Anda yang mengajar merangkap kelas.
Pada kasus 1, murid-murid dilibatkan hanya saat mengumpulkan daun-daun dan meletakkannya pada dinding. Ini disebabkan guru belum mempunyai program yang jelas untuk memanfaatkan daun-daun tersebut bagi kepentingan belajar murid-murid.
Pada kasus 2, murid banyak terlibat dalam belajar, yaitu belajar cara ternak, berkebun, dan cara memelihara ikan, tetapi masih belum banyak dimanfaatkan untuk kepentingan pembelajaran, misalnya alat peraga pelajaran IPA, matematika, dan mata pelajaran yang lainnya.
PKR merupakan model pembelajaran yang berusaha untuk meningkatkan kualitas belajar murid-murid dengan memanfaatkan sumber belajar semaksimal mungkin. Oleh karena itu, usaha yang dilakukan oleh guru tersebut harus dikaitkan dengan proses pembelajaran. Ada 2 cara untuk meningkatkan usaha yang sudah dirintis oleh sekolah seperti pada kasus-kasus di atas, yaitu seperti berikut:
Pertama, menciptakan lingkungan di sekolah yang memudahkan murid-murid untuk belajar mandiri. Usaha menciptakan lingkungan sekolah seperti itu dapat dilakukan dengan melengkapi sekolah dengan berbagai sumber belajar.
Kedua, memanfaatkan sumber belajar yang ada secara maksimal untuk menunjang belajar mandiri.
Pada kasus 1, murid-murid dilibatkan hanya saat mengumpulkan daun-daun dan meletakkannya pada dinding. Ini disebabkan guru belum mempunyai program yang jelas untuk memanfaatkan daun-daun tersebut bagi kepentingan belajar murid-murid.
Pada kasus 2, murid banyak terlibat dalam belajar, yaitu belajar cara ternak, berkebun, dan cara memelihara ikan, tetapi masih belum banyak dimanfaatkan untuk kepentingan pembelajaran, misalnya alat peraga pelajaran IPA, matematika, dan mata pelajaran yang lainnya.
PKR merupakan model pembelajaran yang berusaha untuk meningkatkan kualitas belajar murid-murid dengan memanfaatkan sumber belajar semaksimal mungkin. Oleh karena itu, usaha yang dilakukan oleh guru tersebut harus dikaitkan dengan proses pembelajaran. Ada 2 cara untuk meningkatkan usaha yang sudah dirintis oleh sekolah seperti pada kasus-kasus di atas, yaitu seperti berikut:
Pertama, menciptakan lingkungan di sekolah yang memudahkan murid-murid untuk belajar mandiri. Usaha menciptakan lingkungan sekolah seperti itu dapat dilakukan dengan melengkapi sekolah dengan berbagai sumber belajar.
Kedua, memanfaatkan sumber belajar yang ada secara maksimal untuk menunjang belajar mandiri.
0 Comments