Pendidikan Karakter


Di samping pembentukan intelektualitas, pembentukan karakter peserta didik sangatlah penting atau utama dalam pendidikan. Dikatakan demikian karena pada dasarnya pendidikan bertujuan mengembangkan potensi-potensi intelektual dan karakter peserta didik. Hal ini ditandaskan oleh berbagai pemikiran tentang pendidikan dan berbagai peraturan perundang-undangan tentang pendidikan. Sebagai contoh, beberapa puluh tahun lalu Ki Hadjar Dewantara, bapak pendidikan Indonesia, telah menandaskan secara eksplisit bahwa Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelec) dan tubuh anak. Bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak kita” (Karya Ki Hadjar Dewantara Buku I: Pendidikan). 

Demikian juga laporan Delors untuk pendidikan Abad XXI, sebagaimana tercantum dalam buku Pembelajaran: Harta Karun di Dalamnya, menegaskan bahwa pendidikan Abad XXI bersandar pada empat tiang pembelajaran sejagat (four pillar of learning), yaitu learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning to be. Dalam pada itu, dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ditegaskan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab

Selanjutnya, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional dan Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan juga terpapar secara tersurat berbagai kompetensi yang bersangkutan dengan karakter di samping intelektualitas. Contoh-contoh di atas telah mengamanatkan bahwa sesungguhnya pendidikan bertugas membangun intelektualitas dan karakter. Dalam hubungan ini pendidikan nasional Indonesia bertugas membangun atau membentuk karakter bangsa Indonesia.

Isi (content, subject matter) pendidikan karakter bangsa bersangkutan dengan konsep tentang karakter. Apakah karakter itu? Dalam bahasa Indonesia, istilah karakter sepadan dengan istilah watak dan pekerti – watak merujuk pada personalitas dan pekerti merujuk pada sosialitas manusia. Istilah karakter berasal dari istilah Yunani charassein yang berarti “mengukir corak yang tetap dan tidak terhapuskan”. Menurut Ki Hadjar Dewantara – seorang tokoh pendidikan nasional yang sangat terkemuka Indonesia – karakter atau watak adalah “paduan segala tabiat manusia yang bersifat tetap sehingga menjadi tanda yang khusus untuk membedakan orang yang satu dengan yang lain”. Oleh karena itu, lanjut Dewantara, karakter itu merupakan “imbangan antara hidup batin seseorang dengan segala perbuatan lahirnya; oleh karena itu, seolah-olah menjadi lajer atau sendi dalam hidupnya, yang selalu mewujudkan sifat atau perangai yang khusus bagi masing-masing manusia. Hal ini menunjukkan bahwa karakter merupakan keseluruhan sifat kejiwaan, kepribadian, dan akhlak atau budi pekerti yang membedakan seorang manusia dengan manusia lainnya. 

Bisa disimpulkan, karakter adalah keseluruhan sifat manusia yang meliputi kemampuan, kebiasaan, kesukaan, perilaku, potensi, nilai, dan pola pikir seorang manusia. Pada zaman sekarang, manusia berkarakter kuat lazimnya memiliki ciri-ciri :
  1. keimanan dan ketakwaan yang baik
  2. spiritualitas yang kuat
  3. emosionalitas yang mantap
  4. kedisiplinan yang tinggi
  5. sikap dan tindakan yang adil 
  6. keberanian bertanggung jawab yang tinggi
  7. kemampuan menghargai dan menghormati orang lain
  8. orientasi pada keunggulan dan kesempurnaan
  9. kemampuan bekerja sama dengan pihak lain
  10. sikap dan perilaku demokratis dan hak asasi
  11. sikap dan perilaku yang mengutamakan kebenaran.
Apakah karakter seseorang menjadi kuat seperti tersebut atau lemah dibentuk oleh “dasar yang telah kena pengaruhnya ajar”, kata Dewantara. Jadi, karakter seseorang dibentuk dan dikembangkan oleh pendidikan; dalam hal ini karakter bangsa Indonesia dibentuk dan dikembangkan oleh pendidikan nasional (Indonesia).

Kualitas karakter seseorang atau manusia dapat menentukan martabat dan adab seorang manusia; kualitas karakter sebuah bangsa akan menentukan martabat dan adab sebuah bangsa tersebut. Jika seorang atau sekelompok manusia memiliki kualitas karakter yang kuat, maka dia atau mereka akan menjadi manusia bermartabat dan beradab. Sebaliknya, jika seorang atau sekelompok manusia memiliki kualitas karakter, maka dia atau mereka dianggap tidak atau kurang bermartabat dan beradab. Hal ini menunjukkan bahwa karakter menjadi prasyarat yang harus ada – conditio sine qua non – manusia yang bermartabat. Manusia bermartabat dan beradab di sini adalah seorang atau sekelompok manusia yang disegani, dihormati, dijunjung, diperhitungkan, dan diakui ke­berad­aannya oleh pihak lain atau manusia lain. 

Di samping itu, manusia bermartabat dan beradab senantiasa didengar pendapat-pendapatnya, dirujuk tindakan-tindakannya, dan diteladani segala perilakunya oleh manusia lain atau bangsa lain. Dalam masa sekarang, manusia atau kelompok manusia (baca: bangsa) bermartabat dan beradab itu antara lain memiliki ciri sebagai berikut :
  1. memiliki keimanan dan ketakwaan serta ahklah yang kuat
  2. memiliki kemampuan, keberanian, kejujuran, dan ketulusan untuk menyatakan segala kebenaran demi kemaslahatan manusia lain
  3. memiliki kedaulatan, kemandirian, keberdikarian, keindependenan, dan daya saing positif dari pihak lain atau manusia lain
  4. memiliki keberdayaan, keberkuasaan, kekuatan, dan kemampuan menentukan na­sib sendiri baik secara politis, ekonomis maupun sosial budaya
  5. memiliki kemampuan memelopori dan mendorong kerja sama dan hubungan antar-manusia
  6. memiliki kemantapan, ketahanan, dan kelenturan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan teknologi
  7. menguasai ilmu, teknologi, dan ekonomi yang berarti dan berguna bagi peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan seluruh warga manusia dan dunia
  8. mampu memberikan sumbangan (kontribusi) penting bagi dunia dan kawasan tertentu, misal­nya perdamaian dunia dan kemajuan dunia
  9. mampu mewujudkan keadilan, kemakmuran, demokrasi, dan hak asasi manusia baik bagi siapa saja. 
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa manusia bermartabat dan beradab selalu bermodalkan karakter yang kuat yang bermaslahat bagi manusia lain dan kehidupan bersama. 

Atas dasar paparan tersebut di atas dapat dikatakan bahwa pada dasarnya isi pendidikan karakter bangsa (Indonesia) berkenaan dengan nilai-nilai dan norma-norma budaya, etis-moral, spiritual, dan filosofis serta estetis bangsa Indonesia yang positif dan konstruktif agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang baik dan kuat di tengah bangsa-bangsa lain. Secara komprehensif, hal tersebut bermatra (berdimensi) kognitif, afektif dan psikomotoris; atau pemikiran, perasaan dan perilaku. 

Maksudnya, nilai-nilai dan norma-norma budaya (etis-moral, spiritual, filosofis dan estetis) yang menjadi dasar karakter bangsa Indonesia mewujud atau mengejawantah dalam pemikiran, perasaan dan perilaku; dalam kognisi, afeksi dan psikomotor bangsa Indonesia. Nilai dan norma budaya yang menjadi anasir atau komponen karakter bangsa Indonesia yang penting adalah :
  • keimanan
  • ketakwaan
  • keakhlak-mulian
  • kejujuran
  • keadilan
  • kepedulian
  • ke-menghargai-an (respect)
  • kecakapan
  • keahlian
  • ke-fair-an (fairness)
  • kedisiplinan
  • integritas
  • kebertanggungjawaban
  • kegotongroyongan
  • kekreatifan-keinovatifan
  • kemandirian
  • kewarganegaraan demokratis
  • orientasi keunggulan
  • kecintaan kepada negara dan bangsa Indonesia. 
Nilai-nilai dan norma-norma tersebut masih dapat ditambah berdasarkan kearifan lokal Indonesia sekaligus kecenderungan global yang diperlukan oleh bangsa Indonesia supaya bermartabat dan beradab, misalnya orientasi pada gaya hidup produktif (bukan konsumtif), tenggang rasa (tepa salira, toleransi), dan ke-tolong-menolong-an.


Oleh : Djoko Saryono

0 Comments